Sebelum
membaca ini, aku ingin kau menyiapkan jawaban dari pertanyaan ini di akhir
cerita. Siapakah Aku dan Temanku?.
Aku
sedang berbaring. Menunggu kantuk mengambil alih pada malam hari. Seperti biasa,
di dalam benak, seperti taman yang ramai dengan pikiran. Lalu lalang berbagai
hal yang terpikir. Sekolah, pelajaran, tugas, dan teman. Ya, teman. Seketika
aku seperti dihantam suatu hal yang amat besar ketika kata “teman” menyapa
pikiranku. Aku merasakan setiap sel otak terkesima ketika kata “teman” menyapa
mereka. Entahlah, aku tak tahu darimana asalnya, tetapi aku hanya berbicara
pada diri sendiri “apakah kau akan memiliki teman?”.
Seperti biasa, aku datang ke
sekolah. Menurunkan kursi, menyimpan tas, melepas jaket, kemudian duduk. Aku
tertegun dan menolak. Kemudian ku teruskan membaca buku. Aku ingin menyapa
seisi kelas, atau disapa sebagian orang. Tetapi pikiran dinginku mengambil alih.
Aku terdiam, bibirku beku untuk berbicara, mukaku datar, ekspresiku seperti
barang pajangan yang ditinggal di rumah. Hari pun dilanjutkan, aku tahu hari
itu akan menjadi hari yang sangat melelahkan, dimana otak disandera perasaan.
Saat orang yang cenderung logis, diterpa perasaan kesendirian.
Aku sudah tidak kuat. Ingin rasanya
aku mencabik cabik perasaan sendiri, namun pada kenyataannya, aku yang tercabik
perasaan itu sendiri. Aku ingin sekedar memberi tahu pada dunia apa yang aku
rasa, yang aku inginkan, semua terasa berat. Namun tetap, setiap aku akan
melalukannya, tenggorokanku tercekat, seketika beku, tak ada kata yang keluar.
Aku
hanya melakukan rutinitasku. Setiap hari membuka media sosial, tetapi tidak
bersosial. Dan pada suatu waktu, aku memutuskan berbicara pada seseorang. Aku
mengawali dengan pertanyaan “apakah aku terlalu baik?”, dan seterusnya. Apa kau
tahu apa yang terjadi selanjutnya?. Percakapan yang mendalam. Aku tidak
menyangka bagaimana diriku di benak orang lain. Aku terlalu kaku. Terlalu
kreatif untuk menyimpulkan figurku sendiri dalam benak orang lain. Aku tidak
yakin bagaimana selanjutnya, namun ternyata, ini membawaku ke ruang baru dunia.
Dimana aku dapat mengintip orang lain, dan bertemu orang lain, teman.
Pada
awalnya, aku tak mau mengakui. Tetapi, memiliki teman dan berteman jauh berbeda
dengan merenung sendiri. Aku tidak menyangka akan menjadi se-mengasyikan ini.
Mau tahu bagaimana yang ku sebut teman itu?. Ia setinggi diriku, bertubuh
tegap, menyenangkan, menyebalkan, kekanak kanakan. Ia suka bercerita. Ia suka
olahraga. Ia suka bercanda. Ia hangat, jauh berbeda denganku yang dingin.
Sekarang,
mungkin aku sudah sedikit berbeda. Entahlah, aku hanya ingin berusaha menjadi
orang yang sejuk, aku tidak ingin menjadi orang yang dingin lagi. Karena aku
memiliki teman. Kau tahu? Berkatnya aku menyadari bagaimana rasanya pergi ke
toilet hanya untuk mengantar teman, bagaimana dibully oleh teman, dan bagaimana
rasanya memberi saran pada teman. Menyebalkan bukan? Tapi tidak bagiku. Karena
semua itu, aku tersadar aku sudah mempunyai teman. Dan hatiku terhentak, aku
tak mau menjadi pribadiku yang dingin kembali, aku tak mau lagi merasakan
kesendirian dalam keramaian.
Coba
tebak, apa alasanku untuk menaruh rangkaian huruf pada hal ini ?. Sebelum itu,
aku hanya ingin bertanya bagaimana aku sekarang ?. Aku punya pendapat, tapi kau
lebih berhak menilai. Aku menulis ini karena aku ingin orang yang kusebut teman
menjadi lebih dewasa seiring bertambahnya usia. Tetap diberi kesehatan, kasih
sayang, rezeki yang halal, kesabaran dalam hidup, dan ilmu yang bermanfaat. Aku
hanya ingin meminta maaf, karena hanya ini yang bisa ku berikan, aku minta maaf
tidak bisa memberi lebih. Aku ingin mengucapkan terima kasih karena sudah
menjadi temanku dan selamat ulang tahun.
Aku
tak sabar menunggu hari esok untuk bertemu temanku.
Komentar
Posting Komentar